Sabtu, 14 Maret 2009

SEBUAH UNGKAPAN EMOSIONAL

Rasanya, di sini aku tak perlu menyembunyikan nama suatu institusi, kelompok, atau instansi. Biarkan kita semua tahu, dan biarkan mereka malu.

Sejak lama aku tahu, bagaimana sepakterjang geng motor di Bandung. Bukan klub motor, aku tegaskan. Bukan klub motor yang terbentuk dan terorganisasi dengan baik, berdasarkan keseragaman jenis sepedamotor, yang tentu saja berinduk kepada IMI (Ikatan Motor Indonesia).

Yang kumaksud adalah geng motor, seperti XTC, Brigez, GBR, Moonraker, Uprax, atau apalah. Yang semua orang sudah tahu, bahwa 'kegiatan' mereka hanyalah berkonvoi mengganggu kenyamanan pengguna jalan yang lain, merampok, berperang antargeng, mencoreti dinding, dan sederet tindakan buruk lainnya.

Aku dulu sekolah di SMAN 11 Bandung. XTC adalah 'penguasa' sekolah ini. Bersama dengan SMAN 22, SMA BPI, yang mayoritas siswanya adalah anggota XTC.

Sementara, Brigez bersarang di SMAN 7. Praktis, tak ada kata akur di antara sekolah-sekolah itu. Bahkan, aku yang samasekali tak pernah tertarik masuk geng, ikut terkena imbas.

Aku beruntung, kalau tak salah hitung, hanya ada dua orang siswa angkatanku yang menjadi anggota XTC. Tapi, menginjak kelas tiga, sempat terjadi masalah. Bayangkan! Terjadi tawuran massal antara siswa kelas tiga dan siswa kelas dua. Dan hal itu dipicu oleh ketidaknyamanan siswa kelas tiga terhadap arogansi siswa kelas dua yang mayoritas menjadi anggota XTC.

Di luar lingkup sekolah, pernah terjadi pembunuhan atas seorang pedagang kaki lima di BIP. Ini juga dilakukan oleh XTC.

Lalu, kejadian pembunuhan atas seorang pengemudi mobil yang dinilai menghalangi laju konvoi salahsatu geng --aku tak tahu namanya--, di Jl. Simpang, Dewi Sartika. Kedua peristiwa itu berakhir dengan tubuh korban yang sarat bacokan samurai.

Mau bukti lagi?

Waktu aku kost di kawasan Cilandak, Sarijadi, saat masih kuliah dulu, rumah kontrakan kami pernah disatroni belasan sepedamotor. Mereka mengaku sebagai anggota GBR. Alasan mereka, pernah ada salahsatu teman kami yang mengumpat mereka, saat mereka lewat depan kontrakan sambil menggerung-gerungkan mesin motor. Hingga kini, kami tak pernah tahu siapa teman kami itu, karena para anggota GBR itu sendiri tak pernah bisa menunjuk siapa orangnya.

Dan, kemarin malam, kebencianku terhadap geng motor makin menjadi.

Berawal dari panggung acara 17 Agustus di RW-ku. Saat acara berlangsung, kami didatangi empat remaja yang menunggangi dua sepedamotor. Mereka mencari seorang teman kami, yang kebetulan sedang tak ada di lokasi.

Usut punya usut, ternyata teman kami itu sempat terlibat masalah kecil di jalan raya. Yang lucu, dengan lantang salahsatu dari mereka berkata, "Mana barudak GBR nu sejen? Dilayanan ku barudak urang..." (Mana anak-anak GBR yang lain? Dilayani sama kami...)

Dan lalu kutahu, mereka anggota Brigez.

Ho... ho... masalah personal, antara temanku dan seseorang, dapat dengan mudah 'disulap' menjadi persoalan antargeng.

Sekadar intermezzo. Tiga tahun yang lalu, aku sempat mengancam pada Herru Joko, Ketua Umum Viking Persib Fans Club, akan berhenti menonton Persib di Stadion Siliwangi, dengan 'status' anggota Viking. Ini karena aku kecewa dengan maraknya tindakan pengrusakan terhadap sarana umum dan pengendara lain, yang dilakukan oleh oknum anggota Viking, sepulang menonton Persib. Berat rasanya, menyandang 'predikat' sebagai anggota Viking.

Ancaman itu ditindaklanjuti. Kian hari, tindakan vandalisme anggota Viking makin berkurang, meski belum benar-benar hilang. Tapi, itu sudah cukup bagiku, alasan untuk kembali aktif menonton Persib.

Bukti bahwa aku sangat membenci tindakan vandalisme. Maka, melihat tindakan arogan para anggota geng motor di Bandung, aku berani menyatakan perang. Bandung terlarang bagi geng motor!

Bagi anak geng motor yang membaca tulisan ini, dan tak setuju, silakan komentari, kirimkan e-mail ke adry_thea@yahoo.com . Aku akan berikan alamat lengkap rumahku. Maaf, jika tak kutulis di sini.

Lalu, silakan datangi rumahku. Tapi dengan satu syarat, jangan datang beramai-ramai. Jangan cuma berani keroyokan! Datang, dan hadapi aku, satu lawan satu.

PISS!!!

Delapan Siswa SMA Anggota Geng Motor Diciduk

BANDUNG-Polresta Bandung Barat menciduk delapan anggota geng motor yang masih berusia belia. Mereka diciduk dalam beberapa kali penangkapan sejak tiga hari yang lalu. Kedelapan remaja itu antara lain Ryan Arta (18), Gerik Suseno (18), Yoga Pramesta (17), Indra Permana (17), Asep Sopian (17), dan Ferdi Nopi (18),

Mereka kedapatan telah melakukan pencurian disertai kekerasan dan menggunakan senjata tajam untuk mengancam para korbannya. Bahkan mereka juga tidak segan-segan untuk melukai korbannya bila permintaan mereka tidak dikabulkan.

"Mereka sengaja menjabret dan mengincar para korbannya di kawasan yang sepi, sehingga korban tidak bisa melawan," ujar Praktikno kepada wartawan, Jumat (17/10/2008).

Mereka, lanjut dia, dikenal sebagai komplotan Cigugur yang biasa beraksi di beberapa lokasi seperti Jembatan Layang Pasopati, Jalan Gunung Batu, Jalan Tegalega, Jalan DR Rajiman, Jalan Wastukencana, Sekitar Taman Lalulintas, serta beberapa ruas jalan lainnya di Kota Bandung.

Mereka kerap beraksi pada malam hari. Sasaran mereka adalah remaja yang seusia dengan para pelaku. Dari aksinya selama ini, mereka mengaku sudah melukai lima orang korban dan merampas sejumlah harta benda korban.

"Mereka selain dijerat Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Bahkan dua pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang darurat karena membawa senjata tajam. Walaupun mereka masih dibawah umur, tetapi apa yang dilakukannya sudah meresahkan dan menimbulkan banyak korban

Antisipasi Geng Motor, Sekolah Siapkan Stiker

BANDUNG- Pelarangan membawa motor bagi siswa SMA di Bandung oleh Disdik Kota Bandung ditanggapi berbeda pihak sekolah.

Di SMU 24 Jalan Raya Ujung Berung Kota Bandung di misalnya, pihak sekolah tidak secara tegas melarang siswanya menggunakan motor ke sekolah. Pihak sekolah hanya memberikan arahan bagi siswa agar tertib dalam berlalu lintas.Seperti memasang kelengkapan motor dan menggunakan helm.

Namun di SMU 19, pihak sekolah berencana mendata siswa yang memakai kendaraan bermotor. Data itu nantinya digunakan untuk pemberian stiker khusus kepada siswa yang mengendarai motor ke sekolah.

Untuk mendapat stiker tersebut, sekolah menerapkan beberapa persyaratan seperti kelengkapan surat-surat, dan atribut motor yang lengkap

"Stiker berbentuk lingkaran biru, bertuliskan angka 19 di tengah dan gerakan disiplin nasional keluarga SMUN 19 Bandung," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Sugiarto, kepada okezone, Senin (14/7/2008).

Mengenai maraknya kasus geng motor, dia mengungkapkan, dari hasil temuan selama 2 tahun, sebanyak 765 siswa siswa SMU 19, 55 persen siswa diindikasikan pernah masuk dalam geng motor, meski tidak memiliki motor. Sebab itu dia menolak jika ada anggapan bahwa siswa yang memiliki motor sudah pasti anggota geng motor.

"Jadi jangan digeneralisasikan bahwa motor itu sebagai sebuah kejahatan apalagi digunakan siswa -siswi SMU," terangnya.

cerita saksi

Tepat di depan ketiga pelajar, salah satu pengendara motor terjatuh, seperti disengaja. Sontak saja teman-temannya melimpah kesalahan kepada tiga pelajar itu. “Maneh budak mana, tong macem-macem ka aing” bentak salah satu pengendara motor itu. (Kamu anak mana, jangan macam-macam sama saya)

Tiga pelajar tadi tidak merespon. Merasa di atas angin, para pengendara itu melampiaskan kebinatangannya. Salah seorang mulai memukul. Dan ketika ketiga pelajar itu tak menunjukkan perlawanan, yang lain makin berani dan mulai ikut memukul. Adegan selanjutnya sudah bisa diduga, pengeroyokan tanpa alasan berlangsung dalam waktu cepat. Dua di antara tiga pelajar itu babak belur.

Usai beraksi, geng tadi berlalu. Seorang pengedara tak lupa berseru dengan pongah. “Aing raja jalanan tong macem-macem ka aing.” (Aku raja jalanan, jangan macam-macam dengan saya)

(Samurai,Oli & Aspal, Playboy, January 2007)

“Memang pada awalnya Brigez merupakan kelompok anak SMA 7 yang berkecimpung pada klub motor, makanya nama mereka Brigade Seven, diambil dari angka sekolah mereka” kata salah satu guru SMA 7. Tetapi belakang ini yang mendirikan club motor itu sesudah lulus dan bukan berstatus siswa SMA 7, tetapi masih memegang teguh klub motor mereka. Sayangnya kegiatan mereka tidak lagi berkecimpung padamodifikasi motor, teapi lebih ketindak kriminalitas. “Ya yang melakukan itu para alumni, bukan siswa SMA 7,” tambahnya.

Saat ini ada empat geng motor terbesar di Bandung. Moonraker, Grab on Road (GBR), Excalt to Coitus (XTC), dan Brigade Seven (Brigez), mereka mengakui telah mempunyai anggota lebih dari 1.000 orang dan mempunyai cabang di beberapa daerah, seperti Tasikmalya, Garut, Ciamis, Sukabumi, Cirebon dan Subang.

Berbeda dengan dengan klub motor yang mengusung label tertentu seperti Harley Davidson Club Indonesia (HDCI), Tiger Association Bandung (TAB), Vespa Club Indonesia, atau pencinta motor tua, Brotherhood. Geng motor tidak mempunyai rangka organisasi yang jelas. Bagian-bagian mereka lebih dinamakan untuk tujuan mereka, sedangkan klub motor mempunyai rangka organisasi yang jelas, berikut kegiatannya.

Cikal bakal gng motor Bandung diawali pada tahun 1978, dengan nama Moonraker, yang menjiplak dari salah satu film James Bond yang sedang kondang pada saat itu. Dengan bendera merah putih biru dengan palu serta celurit, tetapi pada saat itu pemerintah Indonesia melarang logo yang berbau komunis, maka diganti dengan gambar kelelawar, atau mengadopsi lambang geng motor tertua di Amerika Serikat, Hells Angels.

Rangka organisasi pada geng motor selalu konsisten pada setiap periode dan mempunyai program kerja tersendiri. Pada kepengurusan terdapat Divisi Balap, Tim SWAT atu regu penyelamat dan Panglima Perang (Paper). Paper bertugas unutk mengkoordinasi anggota saat terjadi tawuran, atau sebagai the making decision pada saat terjadi bentrokan dengan kelompok lain. Bahkan komunikasi mereka sangat cepat hanya dalam tempo 24 jam saja kabar perang (tawuran –red.) sudah tersebar.

Moonraker mempunyai hukum sendiri. Kategori pelanggaran seperti memakai dan mengedarkan narkoba, bertindak melanggar hukum dan menjalin hubungan kasih dengan sesama anggota. Bila membangkang atau melanggar mereka harus siap dengan “Sel 13.” Pada pengadilan mereka akn mendapat siksa dari para seniornya.

Inspektur Polisi adi Sa’bani, Kepala Unit Reserse Kriminal Polisi Sektor Bandung Tengah mengatakan kecenderungan perbuatan kriminal mereka lebih cenderung untuk kepuasan semata. “Kasus-kasus kriminal yang melibatkan geng sepeda motor belakang ini menunjukkan peningkatan, kebanyakan dari mereka tercatat sebagai kelompok XTC,” sahut dia. Jenis kejahatan yang mereka lakukan beragam, seperti pencurian, tawuran, perampokan dengan kekerasan, pengerusakan tempat umum. Dia menolak bila kegiatan melanggar hukum mereka dilakukan karena masalah ekonomi, karena banyak dari mereka berasal dari keluarga mampu.

Masuk dalam komunitas ini tidak mudah, misalnya tak jarang mereka diwajibkan mengenderai motor tanpa rem jalan menurun dari Lembang hingga Jalan Setiabudhi Bandung, dengan jarak sekitar 15 kilometer. Atau anak baru dipaksa berkelahi dengan seniornya. Keinginan mereka untuk masuk geng motor lebih dipengaruhin oleh lingkungan. Bibit anggota geng motor di Bandung sudah dipupuk sejak usia belasan tahun, bahkan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah memang menjadi basis mereka. Seperti SMUN 7 terkenal sebagai sarangnya Brigez, SMU BPI sarangnya XTC, dan SMP 2 tempat lahirnya GBR.

Padahal pihak sekolah sudah melakukan tindakan preventif untuk menanggulangi mereka, seperti yang dilakukan oleh SMUN 7 Bandung, sarang dari Brigez. Sucipto Wakil Kepala Sekolah SMUN 7 Bandung mengatakan mereka dulu sempat kewalahan dalam menghadapi mereka. “Setiap hari ada saja ulah mereka, mulai malak (memeras) teman-temannya, hingga mengancam para guru,” sahut pahlawan tanpa jasa. Dia juga menambahkan mereka sering mengistilahkan “sumsum” untuk uang hail malak tersebut. Pada 1999, pihak sekolah melakukan pembersihan terhadap gangster tersebut, dengn pembersihan tembok dari coretan Brigez, dan mengeluarkan siswa yang terlibat geng.

Coretan nama geng mereka pada tembok, papan, batu,atau apapun juga mempunyai arti sendiri. Coretan ini menandakan bahwa kawasan tersebut merupakan milik mereka, atu sekedar menandakan bahwa mereka pernah datang ke tempat tersebut. Meskipun bukan hal sepele bila coretan nama geng tertentu diganti dengan nama lain. Hal ini akan mengakibatkan pertumpahan darah alias perang. Namun demikian mereka merasakan adrenalin tersendiri dengan melakukan corat-coret tersebut terutama dengan petugas keamanan

saksi

Saya baca beritanya dari koran Pikiran Rakyat kemarin, Senin tanggal 20 Juni, menimpa salah seorang anak smu, kejadiannya malam hari sekitar pukul 22, saat anak smu itu melintas di SMU BPI, dia dicegat, dan dituduh oleh kawananan tersebut sebagai anggota geng rival mereka. Walau anak tersebut sudah membantah, tetap saja dianiyaya. Apa dari Kepolisian sudah cukup tegas menindak mereka, mengingat "semangat regenerasi" mereka cukup kuat, saya sebagai biker di Bandung, akhirnya merasa sangat prihatin sekaligus merasa tidak aman untuk melakukan perjalanan, khususnya di malam hari. Mungkin jumlah pasukan patroli dari kepolisian pada malam hari jumlahnya harus ditambah ? ada saran lain ?

Tolak Rotasi Parkir, Siswa BPI Demo


Senin, 02 Februari 2009 , 18:26:00

BANDUNG, (PRLM).- Menolak rencana rotasi tempat parkir di luar kompleks sekolah, ratusan siswa SMA Badan Perguruan Indonesia (BPI) 1, 2, dan 3 berunjuk rasa, Senin (2/2) pagi. Mereka beralasan, pengaturan lahan parkir selama ini, termasuk pembagian juru parkir yang bertugas, sudah berjalan baik dan membuat nyaman. Setelah perundingan wakil siswa dengan pengelola, kebijakan rotasi urung diterapkan.

Unjuk rasa dilakukan sejak pukul 07.00 WIB dan selesai tiga jam kemudian. Mereka memboikot jam masuk kelas demi menolak rencana rotasi penggunaan lahan parkir di kiri dan kanan gerbang sekolah. “Kami sudah nyaman dengan pengaturan lahan parkir selama ini. Kenapa harus ditukarkan?” kata Jeli (17), salah seorang siswa.

Mengakomodasi keberatan siswa, diadakan pertemuan antara perwakilan siswa dengan pengelola. Kesepakatan yang diambil, kebijakan rotasi urung diterapkan, tapi mulai besok (Selasa), tidak boleh ada lagi motor yang diparkir di pinggir jalan, atau di luar lahan yang tersedia. Sesudah dicapai kesepakatan, kebanyakan siswa memilih kabur meninggalkan sekolah.

Dua lahan parkir yang akan dirotasi berada di luar kompleks SMA BPI, masing-masing di kanan dan kiri gerbang utama yang ada di Jalan Embong. Lahan bertarif Rp 2.000 setiap kali parkir yang sejatinya merupakan trotoar dan taman tersebut, merupakan tanah milik Pemerintah Kota Bandung. Pengelolaan parkir diserahkan pada petugas dari Kecamatan Lengkong. Yayasan BPI mengaku tidak berurusan dengan ini.

Menurut Anis Prabowo (24), salah seorang juru parkir, rencana rotasi tempat parkir terkait dengan usaha pengelola untuk menertibkan kendaraan yang selama ini sering tidak tertampung hingga meluber ke bahu jalan. Lahan yang di kiri gerbang, di seberang patung tank baja, memiliki kapasitas lebih banyak, bisa menampung 140 motor, tapi jarang terisi penuh.

Sementara lahan di kanan gerbang di Jalan Embong dengan kapasitas hanya 110 motor selalu penuh hingga meluap ke bahu jalan. “Rencana rotasi sendiri sudah bergulir sejak sebulan lalu dan selalu mendapat penolakan. Tapi kali inilah puncaknya.